Kurang lebih 5 bulan yang lalu ku habiskan sebagian besar waktu ku
bersama para sahabat. Saat luang, libur
karena asap, aku benar-benar bermalas-malasan, memborong banyak film, dan
menguras paket internet sampai habis.
Namun tak hanya itu, ada waktu nya untuk benar-benar focus. Jika
pada waktu luang benar-benar kumanfaatkan untuk bersenang-senang, maka pada masa-masa
sibuk, banyak tugas dan persiapan ujian akupun benar-benar harus focus. Tak ada
candaan dan hanya sedikit senyuman. Aku sangat tau bahwa hal seperti itu adalah
cara belajar yang salah, harusnya tak ada bermalas-malasan. Waktu luang tetap
belajar dengan santai dan tetap bersenang-senang, saat banyak tugas sempatkan
juga untuk bercanda dan sedikit bersenang-senang.
Namun yang ku terapkan sangat berbeda, beberapa hari sebelum ujian,
siang malam aku mulai terpaku didepan layar computer sampai mata letih dan
berair, benar-benar menguras otak sampai pusing bahkan mual, tak ada obrolan
renyah seperti biasanya, bisa dikatakan hampir hilang selera untuk bercanda.
Bergadang adalah hal yang biasa ku lakukan, tidur tak lagi nyenyak,
bangun tidur jam 5 pagi, shalat, kemudian larut kembali di tengah kepungan buku
yang berserakan. Aku harus mengejar ketertinggalan, jika beberapa bulan yang
lalu aku bersantai, maka aku harus membayar waktu yang ku habiskan tersebut
dengan menguras tenaga, belajar keras. Jika tidak, maka nilai yang benar-benar
buruk itu akan menghampiriku dengan senang hati.
“Aku harus bertanggung jawab atas waktu yang ku sia-sia kan”
Ada saatnya benar-benar muak dan
lelah, namun satu hal yang sering ku ucapkan saat mulut ini mulai bergetar
ingin ucapkan kata malas,
“Kalau malas belajar, Jangan kuliah.
Kalau tak ingin belajar, tak usah kuliah”
Kalau ingin tetap kuliah, maka
teruslah belajar.
Masih ku ingat malam itu, selepas shalat Isya, aku kembali
melanjutkan bacaan ku yang sudah ku baca dari pagi. Belum sampai 1 jam mata ku
mulai perih, kepala ku terasa berat, dan isi buku yang ku baca tak kunjung
lengket di kepala. Di saat seperti itu, rasanya yang ku inginkan adalah
berteriak sekencang-kencangnya. Namun ku urungkan niat itu, aku berlari kekamar
mandi. Ku hidupkan air kran dan menangis sejadi-jadinya, di sana ku tumpahkan
kekesalan, rasa muak dan amarahku.
Paginya aku sampai di kelas dengan mata mengantuk, kuambil kursi
paling depan, dan lagi-lagi ku paksa
mata ku untuk membaca, ku paksa lagi otakku untuk mengerti, berusaha focus
belajar di tengah tawa riang temen
sekelas yang saat itu terdengar samar di telinga ku,
“Li, tak usahlah serius kali, nanti dapat IP 4,50 pulak lho” seloroh salah satu di antara mereka dengan
logat bataknya.
Dengan terpaksa ku alihkan pandanganku dari buku yang ku baca,
kemudian tersenyum singkat. Ku edarkan pandanganku, tak banyak yang menarik
perhatian. Mata ku terhenti pada sosok yang sedang asyik dengan dunianya,
seperti biasa ia duduk di kursi paling tepi, di barisan terdepan. Sibuk membaca
buku, sesekali ku lihat ia berkomat-kamit mulai menghafal. Ia adalah peraih IP
tertinggi dikelasku, bisa dikatakan jujur dalam ujian, rajin dan aktif di
kelas. “Sungguh teman sekelas yang mengagumkan” batin ku saat itu.
Pernah ada yang protes dengan cara belajarku yang keterlaluan. Saat
itu ujian lisan pada mata kuliah Hukum Pidana, hanya sekitar 4 mahasiswa saja
yang berada di dalam kelas dan ujian, selebihnya berada diluar menunggu giliran.
Saat teman-teman yang lain memanfaatkan waktu yang sedikit tersebut untuk bercerita,
bercanda dan sesekali tanya jawab mengenai materi ujian. Maka aku tetap berbaur
dengan mereka, namun tak ada obrolan dan aku malah sibuk sendiri dengan bacaan
ku.
“li kok belajarnya gitu amat, sering saya perhatikan kalau mau
ujian gini pasti sibuk sendiri, pucat, kurang tidur” tanyanya dengan heran
“aku gak puas kalau aku belum baca semua materi, rasanya tetap ada
yang kurang. biar gimana pun aku tetap harus bisa menjawab semua soal ujian”
jawab ku sambil tertawa.
“cara belajar kayak gitu gak bagus lho, membacanya dari jauh-jauh
hari dong, sebelum ujian di baca lagi, dan jangan terlalu di paksain juga”
Begitu percakapan yang terjadi di antara kami.
Tak berselang lama pak Azwar Aziz SH, MSi sudah berada
di bangku dosen, beberapa menit kemudian Ujian Filsafat Hukum pun di mulai.
Saat belajar seperti biasa, maupun saat ujian, bangku terdepan sudah menjadi
langgananku. Tanpa aba-aba tangan ku mulai menari lincah di kertas jawaban,
sesekali terhenti dan berfikir keras mengingat isi buku dan E-book yang ku baca
hampir semalaman. Suasana kelas hening, terkadang terdengar bisik-nisik teman
sekelas ku yang mulai sibuk berdiskusi dan bekerjasama menjawab soal ujian, ada
juga yang sibuk dengan contekannya. Hanya beberapa saja di antara kami yang
berani jujur.
Terkadang aku menggerutu dalam hati, “wajar saja nilai si A tinggi,
dia begini, begitu dan begini” . “ ah.. sudahlah, orang yang jujur tetaplah
akan menjadi pemenang yang sesungguhnya” batinku lagi.
***
5 bulan telah terlewati, tiba
waktunya menanti hasil perjuangan dan meikmati masa libur kuliah. Libur kuliah
yang di berikan sekitar 1 bulan. Kuniatkan dalam hati untuk menghabiskan 1
bulanku dengan keluarga tercinta, istirahat dari kepenatan kuliah, ciptakan
banyak senyuman, dan berbagi kebahagiaan.
Sudah beberapa hari ku nikmati hari
libur ku di kampung halaman, teman sekelas mengabari bahwa beberapa nilai sudah
keluar. Meski nilai yang keluar baru beberapa mata kuliah saja, namun hasilnya
cukup membayar kerja keras dan air mata kekesalanku. Ku dengar nilai si A juga
cukup bagus, tentu saja aku merasa sedikit kesal.
Maka hari itu, ku coba kembali
menasehati dan memotivasi diriku.
“tak perlu kecewa jika nilaimu tak
lebih tinggi dari mereka, karna capaian terbaikmu adalah proses yang kau lalui
dengan kerja keras dan kejujuran , bukan nilai tinggi namun penuh dengan
kecurangan” begitu kata-kata yang ku posting di fb hari itu.
Beberapa hari kemudian, hampir semua nilai sudah keluar,
hanya menunggu 2 mata kuliah lagi saja, dan dapat ku prediksi bahwa nilaiku
tetap mengalami peningkatan lagi seperti semester sebelumnya. Alhamdulillah,
ternyata benar “siapa yang menanam, dia yang akan menuai” dan “sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. “semester
besok, berusaha untuk merubah cara belajar, agar hidup lebih baik, kesehatan
membaik, dan nilai lebih baik”
Namun tak ada hidup didunia
ini tanpa cobaan. kamis 28 januari aku menghadiri sebuah acara yang di
khususkan bagi kelas 12, di SMA tempat aku bersekolah dulu. Aku menjadi salah
satu motivator dalam acara tersebut. Acara selesai di selenggarakan sekita
pukul 12.30 wib, di saat aku keluar dari ruangan, mata ku tiba-tiba terasa sakit terkena sinar
matahari yang terang dan kepalaku sakit dan terasa berat. Hal seperti itu
memang sudah biasa ku alami sebelumnya. Lebih-lebih lagi saat dikampus. Namun
kali ini sakit kepala ku tetap berlanjut ,di tambah rasa mual yang
berkepanjangan. Kepala ku akan sakit dan mual saat menatap layar computer dan saat
keluar rumah. Jadilah ku habiskan banyak waktuku dengan berkurung didalam
rumah.
“kepala ku sakit, mual, dan mata ku sakit karna sinar matahari yang
terlalu terang” cerita ku pada ibu.
“ah, itu hanya pusing biasa” katanya sambil berlalu.
Masih ku ingat 6 bulan yang lalu, juga saat libur kuliah seperti
ini. Pernah kepala ku sangat sakit, pusing dan aku jatuh tak sadarkan diri.
Tapi apa yang bisa ku perbuat. Ku ceritakan pada ibu, namun ia hanya diam.
Untuk kedua kalinya ku putuskan untuk menceritakan lagi keluh kesah
ku pada ibu, namun tetap sama ia hanya diam dan berlalu. Sudah 3 hari kepala ku
tetap sakit, perut mual, pandangan kabur, dan badan terasa lemah. Yang
kulakukan hanya menangis, sampai-sampai malam itu ku habiskan waktu beberapa
jam untuk menangis, hanya itu cara ku untuk tumpahkan rasa marah dan kecewaku.
Malam itu ditengah gerimis
gumpalan awan kelabu menari dipelupuk mata.
terbiasa sendiri, membuatku lebih suka bicara tanpa suara.
takut kecewa, takut tak di dengar, membuatku cenderung menarik diri
dan tak mudah memberi hati.
Di tengah rasa marah dan kecewa, tiba-tiba aku teringat pada
kata-kata yang ku ucapkan saat menjadi pengisi acara pada acara beberapa waktu
yang lalu, “cobaan itu pasti akan datang menghampiri jalanmu, yang perlu kau
lakukan adalah berusaha bangkit dan bersabar”
Jika aku mampu berdiri di hadapan banyak orang, berceloteh
menyampaikan beberapa penggal nasehat dengan maksud memberikan motivasi.
bukankah sangat memalukan jika aku tak mampu menasehati dan memotivasi diri
sendiri????
Maka hari ini, kembali ku nasehati diriku, kembali ku motivasi
diriku.
Pasaman Barat, Sumbar
Kamis, 04 Februari
2016
10:18

Tidak ada komentar:
Posting Komentar