Kamis, 01 September 2016

LANGIT JINGGA



LANGIT JINGGA
Semilir angin mulai bercengkrama dengan dedaunan, berlarian kesana-kemari menambah keindahan sore dengan langit yang mulai kekuningan. Suasana sore di taman ini selalu berhasil mengingatkan ku pada nya. Membuatku kembali merindukannya.
            Tit… tit…. Handphone ku berbunyi, pertanda pesan masuk.
[ apa kabar???] from: ayla
Tanpa sadar aku tersenyum membacanya, ayla adalah sahabat dekat ku sejak kecil, kami berada di sekolah yang sama dari TK sampai kelas 2 SMA. Menjelang kelas 3 SMA dia dan keluarga nya pindah ke Jakarta. Jadilah kami tak pernah bertemu lagi sampai saat ini. Kebersamaan itu sudah 6 tahun berlalu, dan kini kami seringkali sibuk dengan aktifitas masing-masing. Ayla sibuk dengan kuliah nya, dan aku pun begitu.
[ Alhamdulillah, everything is running well J
Lo apa kabar juga, gmna  kuliah nya ???] klik, send to : ayla

Tit.. tit..  hp ku berbunyi kembali,
[seminggu yang lalu wisuda… Gimana kabar Anna?
Masih sering jalan dengan Anna??? ]
Apa?? Ayla sudah wisuda?? Tanpa mengabariku sama sekali?? Tindakannya seringkali membuatku marah. bagaimana tidak, sudah 22 tahun aku mengenalnya dan bersahabat dengannya. Tapi untuk moment penting seperti itu ia tak mengabariku sama sekali. Jika kami masih sedekat dulu, aku sangat ingin menumpahkan kemarahan ku padanya. Tapi untuk sekarang, ia membalas pesan dari ku saja sudah merupakan suatu keberuntungan untuk ku.
Dulu… hari-hari ku dengan Ayla penuh canda, kebahagiaan, tertawa bersama dan sedih pun bersama. Kami juga saling berbagi cerita, aku akan bercerita panjang lebar mengenai kekaguman ku pada gadis manis itu, siapa lagi kalau bukan Anna. Dan selalu saja Ayla akan menjadi pendengar yang baik dan setia . sesekali ia akan mentertawakan ku dan mengataiku bodoh.
Bagi ku Ayla adalah sahabat terbaik, ia juga pintar. Juara 1 di kelas sudah menjadi langganan nya sejak  SD. Ia akan sangat bersemangat saat bercerita tentang mimpi-mimpinya, matanya berbinar dan tersenyum ceria saat bercerita mengenai keinginananya untuk mengunjungi tempat ini, ini, itu dan itu. Saat itu aku akan bagai terhipnotis, aku bahkan hampir lupa bahwa ia adalah gadis tomboy yang sering mengerjaiku.
arrgh aku hampir lupa membalas pesan Ayla.
[ setelah tamat SMA nggak pernah ketemu, anna kan di bandung] balas ku
Ku tunggu balasan dari Ayla, 5 menit, 10 menit, tak ada balasan. Entahlah… rasanya kami tak sedekat dulu lagi. Sudah 6 tahun kami berpisah dan tak pernah bertemu, jika masih sedekat dulu aku pasti akan merengek menginginkan video call. Jika masih sedekat dulu, aku pasti akan memaksanya mengirimkan foto terbarunya untuk ku. Pernah ku kirimi ia pesan, tentang keinginan ku untuk melihat wajahnya, namun yang terjadi malah ia semakin mendiami ku.
***
4  tahun yang lalu saat masih  kelas 3 SMA, adalah terakhir kalinya aku berbicara melalui telfon dengan Ayla, hari terakhir aku bisa mendengar suaranya melalui telfon.
“ Lo dimana sekarang?? Kok ribut banget???” Tanya nya kesal
“gue lagi di kantin ni” jawab ku sambil mengunyah makanan ku
            “pasti sepi ya gak ada gue”
            “ah gak juga… kan ada Anna, sekarang lagi makan bareng”
            “hahahah :D gue gak percaya, lo pasti kesepian….” Katanya dari seberang sana sambil tertawa riang,
            “eh Nan, jam istirahat gue udah habis ni, dah dulu yaaaa…. Byeee…..” sambungnya lagi
            “okey…..bye..” jawab ku dan menutup telfon
            Tak disangka setelah hari itu ia tak lagi mengabari ku.. Biasanya setiap hari akan selalu ada sms dari Ayla, walau aku lebih sering mengabaikannya, jarang membalasnya dan jarang sekali berinisiatif menghubunginya lebih dulu.  Apa ia marah pada ku??? Apa ia kesal karena aku mengatakan bahwa aku sama sekali tak kesepian tanpanya????  Apa ia ingin membalas ku yang sering acuh tak acuh padanya?? Ah entah lah…
Seminggu berlalu Ayla tak kunjung menghubungiku. Kuputuskan untuk menghubunginya terlebih dahulu. Namun siapa sangka panggilan ku tak dijawab, sampai pada panggilan kesepuluh, tetap tak ada jawaban. aku sangat kesal “ ya sudah, jika kau tak peduli, akupun tak peduli” batin ku saat itu.
            Namun itu hanya bertahan beberapa hari saja, aku sangat kehilangan nya, sangat merindukannya, mungkin karena aku tak biasa tanpa kabar darinya. Ku coba menghubunginya lagi, namun hasilnya tetap sama.
            Dua bulan berlalu, hari itu adalah hari terakhir Ujian Nasional SMA. Dan ada pesan dari ayla.
            [“Nan, maaf..  beberapa waktu yang lalu Hp ku disita mama. Karna harus focus belajar untuk UN”]
            Tanpa buang-buang waktu, kuhubungi nomor Ayla. Tak ada jawaban. ku hubungi lagi, hasil nya tetap sama.
            Tak ada lagi suara Ayla yang meneriaki ku, tak ada lagi pesan dari Ayla setiap pagi seperti dulu.  Terkadang aku berselancar di dunia maya, mencari tahu aktifitas nya melalui akun facebook nya,  tak ada postingan terbaru, hanya postingan 3 tahun yang lalu. Ku kirim pesan melalui fb, sesekali di balas olehnya. Kalaupun dibalas, hanya balasan singkat yang ku dapatkan.terkadang aku jenuh dan berniat berhenti untuk menghubunginya. Namun aku tak pernah berhasil. Bagaimana mungkin aku bisa berhenti dan menyerah untuk sahabat terbaikku.
***
           
            Waktu bergulir begitu cepat, ia masih saja sama. Dan akupun begitu, hanya saja pagi ini aku harus mengikuti ujian Skripsi ku. Tak disangka pagi-pagi sekali aku mendapat pesan dari Ayla, walau hanya ucapan selamat pagi. Tapi mampu membuat ku semangat luar biasa. Ujian ku berlangsung dengan lancar. Siang nya ku kirim pesan singkat pada Ayla, bermaksud untuk mengabarinya tentang betapa bahagianya aku hari ini.
[Ayla.. udah makan siang???]    Tanya ku
[Udah]    balas nya singkat tanpa menanyai ku sama sekali. semua canda tawa yang ku bayangkan sirna tiba-tiba. Aku sudah tak semangat lagi untuk memulai cerita ku. aku tak tau lagi harus bersikap seperti apa, agar ia kembali menjadi sahabat ku yang seperti dulu. Hanya beberapa detik, handphone ku berbunyi kembali, pertanda ada pesan masuk dari ayla.
[Nan, aku di lamar] 
hanya sebuah pesan singkat, namun benar-benar membuat ku terkejut saat membacanya. Kuputuskan untuk segera menelfon Ayla. Aku sangat berharap ia akan menjawab telfon ku. Namun ia masih sama. Telfon ku sama sekali tak dijawab olehnya.
[kenapa tak di angkat??? Di lamar??? Siapa???]   aku bertanya melalui sms.
[Aku]     jawab nya, ah jawaban seperti apa itu, apa ia tak mengerti maksudku??
[maksud ku, Di lamar siapa???]   Tanya ku.
[anak teman papa]
[ lo terima???]     aku bertanya lagi.
[iya.. ku terima] 

Ku coba untuk menghubungi nomornya lagi, dan beruntungnya kali ini ia tak mengabaikan telfon dari ku lagi seperti sebelum-sebalumnya.
“Assalamualaikum” katanya lembut
“Waalaikumsalam” jawab ku datar, rasanya aku canggung karena sudah lama sekali tidak berbicara dengannya.
Kemudian kami terdiam… tak ada satu patah kata pun darinya, aku pun begitu. Aku terlalu sibuk berusaha mengontrol detak jantung ku agar kembali normal, aku masih sangat terkejut dengan kabar yang tiba-tiba ini, karena selama ini bagiku ia masih sahabat kecil ku yang polos. Tak ku sangka kejadian seperti ini akan secepat ini. Kami hanya diam, sampai pada menit ke 3, ku dengar ia bersuara
“Adnan apa kabar???”  
dia memanggil nama ku. Jarang sekali ia memanggil nama ku saat bicara seperti ini, biasanya hanya ada panggilan Lo-Gue diantara kami. Baik lah, itu tak jadi masalah.
“kenapa baru ngasih tau sekarang?? Kenapa gak pernah cerita kalau kamu punya pacar? Kok udah lamaran aja??” 
aku tidak peduli lagi untuk saling menanyai kabar. Aku tidak peduli lagi dengan basa basi itu. Toh dia juga tau bagaimana aku, dan aku sudah sangat mengenalnya.
“kenapa aku harus memberitahu mu kalau aku punya pacar?” Tanya nya dengan tenang tanpa rasa bersalah. benar-benar membuat ku marah.
“AYLA… AKU SAHABAT MU!!!! TIDAK CUKUP KAH ITU ALASANNYA???”
Aku membentaknya. Aku merasa tak dianggap olehnya.
“kenapa kau harus marah seperti itu Adnan?”
“bagaimana aku tidak marah, aku seringkali menghubungi mu, namun selalu kau abaikan, sms ku pun jarang sekali kau balas, apa kau tak menganggap ku lagi?? Kau tau betapa tersiksanya aku tiap kali kau mengabaikan ku hah?? Kau hanya peduli pada dirimu sendiri tanpa peduli perasan ku, dan sekarang dengan tiba-tiba kau mengabari ku bahwa kau  sudah menerima lamaran tanpa pernah menceritakan apapun sebelumya”
Ku ungkapkan semua keluh kesah ku yang selalu kutahan selama ini.
“6 tahun yang lalu di hari Ultah ku, kau sama sekali tak datang dan tak memberi alasan kenapa kau tak datang, padahal aku tau bahwa seminggu lagi aku akan pindah. apakah itu dapat dikatakan sebagai seorang sahabat?? Dan kau tau, hari itu aku mendengar dari teman-teman bahwa kau sudah jadian dengan Anna. tapi kau tak pernah cerita sama sekali. Aku menunggumu untuk memberitahuku secara langsung, namun sampai saat ini kau tak pernah mengungkit masalah itu”
Ia bicara sambil  terisak, apa ia menangis?? apa aku terlalu keras bicara padanya?? Dulu aku memang sering memarahinya, meneriakinya, tapi hanya sekedar candaan. Bukan untuk hal yang serius seperti ini.
“itu sudah lama sekali Ayla, dan lagi pula aku tak mencintainya. Hubungan kami saat itu sama saja seperti persahabatan kita. Bagi ku ia tak ubah seperti sahabat”  aku mulai bicara dengan tenang.
“bukan itu poin nya Nan, kau tak perlu menjelaskan itu. Aku mengungkit hubungan mu dengan Anna bukan karena aku marah kau dekat dengannya, aku hanya tak terima kau marah-marah begitu padaku”
 “aku tak suka jika kau menikah secepat itu”  akhirnya kata itu lolos juga dari mulut ku.
“aku sudah 23 tahun, dan aku sudah sarjana. Dia sudah bekerja, mapan, papa kenal baik dengan keluarganya. Dan kedua belah keluarga juga sangat mendukung. Mama dan papa juga ingin aku segera menikah, tak ada alasan ku untuk menolaknya”
Apa yang Ayla katakan memang benar adanya, tapi aku benar-benar tidak terima jika sahabat baik ku itu akan segera menikah. Aku tak terima jika ada lelaki lain yang lebih ia perhatikan.  Aku ingin lebih lama dekat dengannya.
“aku tak peduli Ayla, aku benar-benar marah”
“berhenti membuat ku bingung Adnan… hiks.. hiks.. kau selalu begitu, dari dulu pun begitu, aku tak boleh dekat dengan lelaki manapun, sementara kau…”
Dia menangis lagi, ah apa benar aku begitu?? Yaa memang benar, aku memang sering marah padanya saat dia dekat dengan laki-laki lain. Entah kenapa, selalu ada saja yang tidak ku suka dari lelaki yang mendekatinya itu. Mulai dari gaya bicaranya, kurang ganteng, sampai dengan cara berpakaiannya yang tidak ku suka. Tapi aku melakukan itu kan demi kebaikannya. Aku tak ingin ia dekat dengan lelaki sembarangan.
“kali ini aku tidak akan mendengarkan kata-kata mu lagi, orang tua ku sudah sangat berharap aku segera menikah… kali ini saja, jangan terus menerus membuat ku bingung dengan sikap mu”
Apa yang ia bicarakan? ah lihatlah. Belum menikah saja, ia sudah tidak peduli dengan kata-kata ku. Jika sudah menikah, Aku yakin aku akan benar-benar tersingkirkan dari hidupnya. Tapi baiklah, aku tak ingin memaksanya. Ia berhak memilih jalan hidupnya.
“jika itu mu, buat lah sesuka mu Ayla”
Sebelum aku benar-benar muak, ku tutup telfon ku saat itu juga. Aku tak ingin mendengar berbagai alasan darinya lagi, tanpa ia harus memberitahuku pun aku tau bahwa aku sangat egois.
Ku putuskan untuk berhenti menghubunginya. Ia tak peduli lagi dengan ku, aku pun takkan peduli. Sudah cukup kesabaran ku selama ini dalam menghadapi sikapnya. Mungkin selama ini ia memang tak ingin bersahabat lagi dengan ku, aku lah yang tak sadar diri dan keras kepala. Dia pun begitu, ia tak menghubungi ku sama sekali. Menambah kemantapan hati ku untuk membuang jauh-jauh namanya dari hidupku.
“jika kau mengharapkan sedekat dulu, tak ada lagi persahabatan sedekat itu di usia 22 tahun Adnan, apa lagi antara lawan jenis pula. Jika pun ada, bukan sahabat lagi namanya, tapi pacaran. Ya jelas saja Ayla menjauh seperti itu, ia pasti merasa tak nyaman jika masih sedekat dulu” celoteh ibu ku saat mendengar cerita ku.
Ibu ku sendiri pun tak mengerti perasaan ku. Di hari wisuda ku, aku sama sekali tak mengabarinya, walau ibu dan ayah bersikeras untuk sekedar memberi tahu keluarga Ayla. Aku tetap tak peduli.
Kini aku sudah resmi menyandang gelar sarjana. Ku utarakan pada orang tua ku bahwa aku ingin melanjutkan pendidikan ku ke luar negri, tepatnya Belanda. Sebagai orang tua yang selalu mengutamakan pendidikan, tentu saja mereka sangat mendukung ku. Beberapa bulan ini aku focus mengurus pendafataran ku ke Leiden University dan juga test beasiswa yang IsyaAllah akan memenuhi biaya pendidikan dan biaya hidupku selama Belanda. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Walau banyak rintangan yang ku hadapi untuk mendapatkan beasiswa S2 tersebut, tapi semua terbayar setelah aku berhasil meginjakkan kaki di Negara Kincir Angin yang ku idam-idamkan sebagai tempat ku melanjutkan pendidikan ku.
Welcome Leiden University, Welcome my new life. aku sangat bersemangat untuk memulai perjuangan ku di negri orang ini. Setelah menunaikan shalat shubuh, aku berjalan menuju jendela kamar sewaan ku, rasa nya aku tidak sabar lagi untuk memulai petualangan ku.
Beberapa bulan di Belanda, aku sudah merasa nyaman dan mampu beradaptasi dengan baik, di samping karena sebagian besar masyarakat di Belanda mampu berbahasa Inggris dengan baik jadi aku tak kesulitan dalam berkomunikasi, makanan-maknan Indonesia juga tak terlalu sulit untuk ditemukan disini.
Genap setahun di Belanda aku belum pernah kembali ketanah air sama sekali. ibu mengabari ku bahwa adik perempuan ku satu-satunya akan segera menikah, adik ku dilamar oleh anak kiyai tempatnya nyantri dulu. Walau adikku masih kuliah memasuki semester 5, namun orang tua ku menerima keputusan nya untuk segera menikah dengan senang hati. Bagaimana tidak, calon suaminya adalah orang yang sudah lama dididik di pesantren, sarjana, dan ngajar di pesantren pula. Dan aku juga sangat mendukung nya, di zaman sekarang sulit sekali mencari laki-laki yang baik dan shaleh pula. Setidaknya aku tak begitu pusing lagi mengkhawatirkan pergaulan nya di zaman yang serba bebas ini, karena sudah ada sesorang yang baik yang mendampinginya.
“adik mu akan segera menikah Adnan,  bagaimana denganmu?? Apa sudah ada calon??” Tanya ibu ku. Belum genap sehari aku sampai di kampong halaman, aku sudah di hujani oleh pertanyaan yang serupa dari kerabat dan tetangga. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman. Jika ku jawab ‘nunggu kuliah selesai’ bukankah adikku juga masih kuliah namun tak menunggu selesai dulu baru menikah.
Sore harinya sehabis shalat Ashar, aku duduk ditaman belakang rumah. Menghabiskan sore ditemani secangkir kopi kesukaan ku. Tak banyak yang berubah, posisi bangku taman masih sama, hanya saja mawar merah yang dulunya mendominasi taman ini, kini sudah dikombinasikan dengan mawar putih dan kuning yang jumlahnya bahkan mengalahkan mawar merah. ‘Mungkin selera ibu berubah’ pikir ku.
Kurasakan tangan seseorang menepuk pundak ku dengan lembut, aku menoleh. Ku dapati senyum manis yang selalu kurindukan selama setahun ini. Aku pun menarik tangan ibu, agar ikut duduk di samping ku.
“2 bulan yang lalu Anna datang kesini, ia membantu ibu membersihkan taman dan menanami mawar-mawar ini. Katanya ia suka mawar putih’’
“Anna??” aku hampir lupa dengan gadis itu, sudah lama sekali aku tak mendengar kabar darinya. selama hampir 5 tahun tak pernah bertemu. Kami saling diam dan tak ada yang berinisiatif untuk memulai komunikasi lebih dahulu.
“iyaaa.. ia datang kesini 2 bulan yang lalu, katanya kau tak mengabarinya sama sekali, dan tak memberi tahu bahwa kau kuliah dibelanda. ayah dan ibunya juga sudah pindah ke Bandung”  ibu menjelaskan pada ku
Aku sangat penasaran dengan gadis itu, apa ia masih semanis dan seanggun dulu?. Tiba-tiba kurasakan rasa rindu mengaliri hati ku.  Ku raba saku ku, aku mencari sesuatu yang dapat menghubungkan ku padanya. Hp.
“assalamualaikum Anna, apa kabar ?? lagi di mana? kapan balik ke Riau??”
Ku kirim pesan singkat pada Anna, tak sampai 2 menit, pesan ku langsung dibalas olehnya.
“waalaikumsalam adnan. Alhamdulillah sehat, apa kabar juga? Aku sekarang lagi di Bandung, insyaallah  besok aku dah nyampe riau. Aku harus hadir di pesta pernikahan nisa dong. Hehe”
“Adnaaan… nan….’’   Ku dengar suara ayah memanggilku dari ruang tamu.
“iya….’’ Jawab ku sambil berjalan dengan malas ke ruang tamu, ku lihat orang yang sudah tak asing bagi ku berbincang hangat dengan ibu.
“tante…. Om..” ternyata orang tua Ayla, ku salami mereka berdua
“ayla mana??” Tanya ku tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.
“dia tadi keluar, tadi dah lama ngobrol disini, kamu tak muncul-muncul sih…”  jawab ibu ku, buru-buru aku beranjak keluar. Aku berniat mencarinya. Bertahun-tahun tak bertemu, rasanya aku sangat merindukannya. Sekaligus aku sangat penasaran bagaimana penampilannya saat ini, bagaimana cara bicara nya, apakah cara nya tersenyum masih sama?. Rasa kesal dan marah yang ku pelihara akhir-akhir ini, mati perlahan-lahan. Jiwa-jiwanya hilang ditelan rinduku yang membuncah.
Sampai di ambang pintu aku mulai celingak celinguk mencari sosok yang kurindukan itu, kulihat seorang gadis yang duduk di taman depan rumah. Arrgh masih pantas kah seorang yang sudah bersuami itu ku sebut seorang gadis?? Rambutnya yang sebahu sangat cocok dengan wajah cantiknya, senyum nya masih sama, hanya saja sekarang  ia sangat dewasa dan anggun. walau pun sudah lama tak bertemu aku tak kan lupa dengan mudah padanya, hanya dengan melihat nya dari samping pun aku sudah bisa mengenalinya.
Kulihat ia sibuk mengutak-atik handphone  yang ada ditangan nya, sesekali ia tersenyum. Maniis.. sanagaaaat maniis. Perlahan aku mulai berjalan mendekatinya, kulihat ia tersenyum lagi. Bukan pada ku, masih pada benda yang sama.
“ayla….” Ujar ku. Seketika ia berhenti dari aktivitasnya,  senyumnya memudar. Ia menoleh pada ku dengan ekspresi yang aku tak tau maksudnya.
“adnaaaan…”  ujarnya tiba-tiba dengan suara cemprengnya. Ia tersenyum bahagia. Senyum yang tak pernah ku lupakan. Entah siapa yang memulai kini sudah banyak cerita yang mengalir diantara kami, mulai dari cerita saat kami masih sekolah dulu, sampai dengan cerita selama kami berpisah beberapa tahun belakangan ini. Melihat senyum dan tawa nya yang ceria, rasanya aku tak percaya bahwa ia pernah sangat dingin pada ku, marah-marah pada ku, dan tak mengacuhkan ku. Dan sekarang semua itu seolah tak pernah terjadi. Dan aku pun tak ingin mengungkit semua itu, aku tak ingin merusak suasana yang menyenangkan bersamanya. Hingga akhirnya dia sendirilah yang memulai
“saat ituuu… kenapa kau tak suka aku menikah dengannya??”  Tanya nya dengan hati-hati dan suara pelan.
“entah lah.. aku memang sangat kekanakan saat itu. Aku tak ingin kau makin jauh dari ku” jawab ku jujur. Aku tak ingin kesalahan yang sama terulang karna keegoisan diantara kami.
“kau tau… aku tak pernah menikah dengannya. Semuanya kacau”
Aku terdiam tak percaya, benarkah???  aku tak tau harus berkata apa, aku sangat merasa bersalah padanya. Namun di sisi lain, entah ini karna sifat egois ku yang terlalu tinggi, ada secercah perasaan senang menyelinap kedalam hati ku.
“maafkan aku…” akhirnya hanya kata itu yang mampu ku ucapkan.
“kau tak salah… dia memiliki wanita lain” ucapnya lagi.
“dan aku rasa… aku pun sudah menemukan penggantinya”
“siapa???”  Tanya ku cepat, perasaan apa ini?? Aku tak merelakannya, apa karna aku cemburu??
“aku sudah berteman lama dengannya, aku sudah mengenalnya sejak aku masih di SMA, kau tak perlu khawatir. Aku yakin ia takkan menyakitiku”
Aku semakin marah mendengar ceritanya, akhirnya ku putuskan untuk percaya. Ini bukan hanya sekedar rasa sayang pada sahabat. Tapi lebih.
“aku pernah sangat menyukai mu, bahkan lebih dari rasa suka pada seorang sahabat”  ia melanjutkan kata-katanya. Dan kali ini penjelasannya mampu membuat ku terperangah tak percaya.
“tapi kau, kau menyukai Anna. aku sangat marah. Sampai-sampai aku tak mengabari mu, acuh tak acuh dan bersikap dingin pada mu. Karna kau lelah mendengar semua cerita mu yang selalu saja tentang dia, dia dan dia. Dan saat bersama seperti ini aku tak sanggup untuk bersikap dingin pada mu”
“kali ini tidak, aku tak ingin kau jauh dari ku lagi. Aku tak ingin kau kembali seperti dulu. Tetaplah seperti ini” aku menatap matanya, berusaha meyakinkannya.
“apa maksudmu Adnan??  Kita sudah dewasa, berhentilah bersikap sesukamu pada ku”
“apa kau masih memiliki perasaan itu untuk ku??”
“iyaaa”
“menikahlah denganku” kata ku mantap. Ia terdiam, menatapku tak percaya dan penuh selidik.
“kenapa secepat itu?? Lagipula bagaimana dengan perasan mu padaku??”
“tentu saja aku sangat menyayangi mu, dan aku mencintai mu. Itulah kenapa aku selalu tak menyukai lelaki yang mendekatimu. ibu sering kali menanyakan masalah pernikahan padaku. Dan aku sudah 25 tahun Ayla. Sangat sulit untuk lelaki lajang seperti ku untuk hidup sendiri diluar sana. Aku ingin mejaga diri dan aku butuh pendamping hidup yang bisa menemani ku berjuang ”
“aku sangat bingung… semua ini terlalu mengejutkan untuk ku”
“kau tak mesti menjawabnya sekarang”  ujar ku tulus. Aku mengerti bagaimana perasaannya. Ia bingung dan terkejut seperti halnya aku yang juga terkejut akan pengakuan perasaannya.
Tak ku sangka pertemuan pertama kami setelah bertahun-tahun tak bertemu akan berujung seperti ini, tak ku sangka akan ada pembicaraan seserius ini. Aku menengadah, menatap langit yang mulai kekuningan. Sore ini, kulihat warna jingga itu tersenyum lebih cerah daripada biasanya.

TO BE CONTINUE…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar