Semester tua adalah semester yang tidak mudah untuk di jalani. Bagaimana tidak, saat itu adalah saat-saat dimana ada banyak pertanyaan dan beban yang menumpuk di kepala. Tentang judul penelitian yang tak kunjung diterima, atau masalah penelitian yang tidak begitu jelas di mata pembimbing, planning tentang tenggang waktu kelulusan yang tertempel di dinding kos.
Saat itu masih sangat pagi, kabar bahwa judul penelitianku sudah diterima sampai ke telingaku, namun hal itu belumlah mampu membuatku tersenyum amat lebar. Karena aku tahu setelahnya aku akan bertemu pembimbing yang tak dapat ku prediksi pemikirannya dan bisa saja pemikiranku dan pemikirannya sangat berbeda dan samasekali tak sejalan.
Benar saja, aku dipertemukan dengan sosok yang tak kunjung merasa puas dengan proposalku, lembar-lembar yang ku tulis dengan setengah menangis telah ia coret tanpa ampun. Ku perbaiki, dicoret lagi. Ku perbaiki, salah lagi. Begitu berulangkali, ada saja yang membuatnya merasa tidak puas, perasaan marah dan kesal tidak dapat ku hindari. Bahkan, aku telah menghujatnya dalam hati.
Apa aku berhenti saja? Pertanyaan itu melintas begitu saja di kepalaku. Maksudku bukan berhenti kuliah, tapi berhenti dengan judul ku saat itu dan mulai mencari yang baru, dengan harapan aku tak akan bertemu dengan pembimbing yang sama.
Aku terlalu lelah, masa liburan yang ku korbankan rasanya telah hilang sia-sia. Semester ini aku memang memutuskan untuk tidak pulang kampung, aku ingin menghabiskan waktu libur kuliah dengan tetap berjuang mengunjungi kampus. Namun lihatlah hasil yang ku dapat.
Aku telah memikirkan ide untuk menukar judul penelitian itu berulang-ulang. Ada banyak pro kontra yang berperang di kepalaku. Rasanya untuk sampai di tahap ini pun bukan perjalanan yang mudah, sangat di sayangkan jika aku merelakan hasil perjuanganku sia-sia begitu saja. Lagipula untuk mencapai kesuksesan kita mesti berjuang habis-habisan. Untuk menjadi luar biasa dan membanggakan bukanlah perkara yang mudah.
Setelah sekian lama berkecimpung pemikiranku sendiri, aku sampai pada satu kesimpulan, "aku tak boleh menyerah". Ah, masa segitu saja keberanian dan kekuatanku dalam berjuang. Padahal aku telah bertekad untuk meraih sarjana sedini mungkin. Yang lain bisa, masa aku tidak.
Senyum kemenangan terbit di bibirku, aku menang melawan ketakutan. Aku menang melawan pesimis yang melandaku. Aku menang kali ini. Aku akan kembali berjuang. InsyaAllah wisuda di 2018. Aamiin.